Wednesday, December 3, 2008

Perempuan HIV Bisa Melahirkan Tanpa Menularkan ke Bayi

Berkembang mitos bahwa bayi yang dikandung ibu HIV positif, pasti akan tertular. Hal tersebut sangat tidak benar. Dengan menjaga kesehatan dirinya sendiri dan calon bayinya, seorang ibu bisa melahirkan tanpa menularkan HIV ke bayinya. Melalui terapi dan pengobatan modern, resiko penularan bisa ditekan hingga hanya 2 %.

Berbicara mengenai HIV dan kehamilan, terdapat beberapa faktor penularan HIV dari ibu ke bayi. Faktor tersebut; faktor maternal (faktor Ibu), faktor bayi yang dikandung dan faktor cara penularannya. Ketiganya mempunyai pengaruh yang kuat dalam proses penularan HIV dari ibu ke bayi. Namun ada program pencegahan untuk mengurangi penularan HIV dari ibu ke bayi yang disebut PMTCT (Preventing Mother to Child Transmission) of HIV.

Faktor maternal muncul karena Ibu mempunyai fungsi yang sangat dominan. HIV menyerang sel T-limfosit (sistem kekebalan) sehingga ibu yang HIV positif lebih mudah mengalami infeksi. Namun yang pasti, penularan dipengaruhi oleh kadar virus HIV di dalam darah (viral load) dan jumlah CD4 dalam tubuh. Semakin tinggi kadar virus dan rendah CD4, semakin mudah terjadi penularan. Virus di atas 100.000 kopi/ml atau CD4 kurang dari 200 sangat rentan menularkan HIV ke bayi. Jadi seorang ibu positif HIV harus menjaga kadar CD4 dan viral load dengan terapi ARV di bawah pengawasan dokter.

Faktor bayi yang dominan mempengaruhi penularan adalah usia kandungan saat bayi dilahirkan dan berat badan bayi. Bayi yang dilahirkan prematur lebih rentan tertular HIV dibandingkan dengan yang lahir sesuai dengan waktunya (aterm). Bayi yang lahir dengan berat badan rendah (kurang dari 1000 gram) juga akan memperbesar resiko penularan dari ibu kepada anak yang dikandungnya. Agar tidak terjadi kelahiran prematur, ibu harus menjaga kesehatan

Namun, kebanyakan penularan terjadi karena faktor persalinan. Para dokter merekomendasikan agar proses persalinan dilakukan dengan operasi atau sectio. Hal tersebut karena degan operasi akan meminimalkan kontak kulit dan mukosa membran bayi dengan servix (leher rahim) dan vagina. Selain itu, operasi bisa meminimalisir resiko bayi menelan darah ibu. Penularan lain terjadi pada saat menyusui.

Pencegahan Penularan
Ada beberapa strategi yang penting dalam mencegah penulaarannya ibu ke bayi, salah satunya adalah dengan pemberian obat anti retroviral. Obat ini bekerja langsung menghambat replikasi dan perkembangan virus HIV. Terdapat beberapa skema penggunaan ART yang disesuaikan dengan pasien HIV.

Selain itu pencegahan bisa dilakukan dengan melakukan persalinan yang aman pada saat kehamilan (antepartum), selama persalinan (intrapartum), dan setelah persalinan (pospartum). Namun cara yang paling direkomendasikan adalah dengan operasi. Dengan persalinan yang aman, lebih dari 50% resiko penularan dapat dicegah.

Setelah proses kelahiran, hal yang harus diperhatikan adalah menyusui. HIV berada dalam cairan ASI sehinga proses menyusui bisa menularkan HIV dari ibu ke anak. Disarankan bagi ibu yang melahirkan anak dengan HIV positif sebaiknya tidak menyusui. Resiko penularan melalui proses menyusui mencapai angka 10-20%. Terlebih jika payudara mengalami luka seperti lecet ataupun radang.

Namun bisa disimpulkan, bagi perempuan yang HIV positif, mereka bisa melahirkan tanpa menularkan kepada bayi jika mematuhi beberapa peraturan tersebut. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi secara umum bisa disimpulkan dengan; 1) pelayanan kesehatan ibu dan anak secara komprehensif, 2) layanan koseling, 3) Pemberian obat ARV sesuai dengan dosis dan di bawah pengawasan dokter, 4) Persalinan yang aman, 5) konseling tentang makanan bayi dan ASI.

Lebih Jauh dengan HIV/AIDS dan Penanggulanggannya

Sampai kini, mendengar kata HIV/AIDS seperti momok yang mengerikan. Padahal jika dipahami secara logis, HIV/AIDS bisa dengan mudah dihindari. Bagaimana itu?
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dengan laju yang sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 1987, kasus HIV/AIDS ditemukan untuk pertama kalinya hanya di Pulau Bali. Sementara sekarang (2007), hampir semua provinsi di Indonesia sudah ditemukan kasus HIV/AIDS.
Permasalahan HIV/AIDS telah sejak lama menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan ini yang masih belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat.
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin (air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah terinfeksi. Sedangkan AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :
• Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
• Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
• Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
• Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)

Penularan
HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati

Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV

HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu ; menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko,tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama, dan sedapat mungkin tidak memberi ASI pada anak bila ibu positif HIV. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat mengobati AIDS, tetapi yang ada adalah obat untuk menekan perkembangan virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA tersebut meningkat. Obat ini harus diminum sepanjang hidup.

Skrining Dengan Teknologi Modern
Sebagian besar test HIV adalah test antibodi yang mengukur antibodi yang dibuat tubuh untuk melawan HIV. Ia memerlukan waktu bagi sistim imun untuk memproduksi antibodi yang cukup untuk dideteksi oleh test antibodi. Periode waktu ini dapat bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya. Periode ini biasa diseput sebagai ‘periode jendela’. Sebagian besar orang akan mengembangkan antibodi yang dapat dideteksi dalam waktu 2 sampai 8 minggu. Bagaimanapun, terdapat kemungkinan bahwa beberapa individu akan memerlukan waktu lebih lama untuk mengembangkan antibodi yang dapat terdeteksi. Maka, jika test HIV awal negatif dilakukan dalam waktu 3 bulan setelah kemungkinan pemaparan kuman, test ulang harus dilakukan sekitar 3 bulan kemudian, untuk menghindari kemungkinan hasil negatif palsu. 97% manusia akan mengembangkan antibodi pada 3 bulan pertama setelah infeksi HIV terjadi. Pada kasus yang sangat langka, akan diperlukan 6 bulan untuk mengembangkan antibodi terhadap HIV.
Tipe test yang lain adalah test RNA, yang dapat mendeteksi HIV secara langsung. Waktu antara infeksi HIV dan deteksi RNA adalah antara 9-11 hari. Test ini, yang lebih mahal dan digunakan lebih jarang daripada test antibodi, telah digunakan di beberapa daerah di Amerika Serikat.
Dalam sebagian besar kasus, EIA (enzyme immunoassay) digunakan pada sampel darah yang diambil dari vena, adalah test skrining yang paling umum untuk mendeteksi antibodi HIV. EIA positif (reaktif) harus digunakan dengan test konformasi seperti Western Blot untuk memastikan diagnosis positif. Ada beberapa tipe test EIA yang menggunakan cairan tubuh lainnya untuk menemukan antibodi HIV. Mereka adalah
• Test Cairan Oral. Menggunakan cairan oral (bukan saliva) yang dikumpulkan dari mulut menggunakan alat khusus. Ini adalah test antibodi EIA yang serupa dengan test darah dengan EIA. Test konformasi dengan metode Western Blot dilakukan dengan sampel yang sama.
• Test Urine. Menggunakan urine, bukan darah. Sensitivitas dan spesifitas dari test ini adalah tidak sebaik test darah dan cairan oral. Ia juga memerlukan test konformasi dengan metode Western Blot dengan sampel urine yang sama.

Jika seorang pasien mendapatkan hasil HIV positif, itu tidak berarti bahwa pasangan hidup dia juga positif. HIV tidak harus ditransmisikan setiap kali terjadi hubungan seksual. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah pasangan hidup pasien tersebut mendapat HIV positif atau tidak adalah dengan melakukan test HIV terhadapnya.Test HIV selama kehamilan adalah penting, sebab terapi anti-viral dapat meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan kemungkinan dari wanita hamil yang HIV positif untuk menularkan HIV pada anaknya pada sebelum, selama, atau sesudah kelahiran. Terapi sebaiknya dimulai seawal mungkin pada masa kehamilan.
Di Indonesia, rumah sakit besar di ibu kota provinsi telah menyediakan fasilitas untuk test HIV/AIDS. Di Jakarta, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah sakit lain juga sudah memiliki fasilitas untuk itu. Di Bandung, RS Hasan Sadikin juga sudah memiliki fasilitas yang sama.

Daftar Pustaka
http://www.depkes.go.id/. Fakta Tentang HIV dan AIDS. 05 Dec 2006.
http://www.depkes.go.id/. Kumulatif Kasus HIV/AIDS di Indonesia. 2006.
http://www.hivtest.org/. Frequently Asked Question on HIV/AIDS. 2007.